back
Serambi KAMPUS https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Webmaster

R. Iskandar Zulkarnain
Chief Executive Editor

Informasi

PadepokanVirtual

URL

http://w3.to/padepokan
http://welcome.to/madura
http://travel.to/kampus
GAMMA
Nomor: 21-2, 18-07-2000

Mengelola Sumber Daya Intelektual
Oleh Juni Kuntari

"Knowledge management menjadi suatu disiplin yang seakan-akan membuat kemasan baru dari cara berkomunikasi dan belajar dalam organisasi."

"Di perusahaan semacam ini tidak ada istilah hanya segelintir orang yang bisa menyelesaikan masalah."

TAHUKAH Anda bahwa pada tahun 2001 hampir semua manajer dan pekerja intelektual akan bekerja dengan lebih dari 50% kegiatan yang sulit dipatok dengan uraian jabatan, atau lebih banyak ditentukan oleh karyawan itu sendiri berdasarkan pengalaman dan kepiawaian yang dimilikinya?

Sekitar lima tahun lalu, chief information officer dari sebuah perusahaan distribusi alat-alat berat yang bergabung dalam Grup Astra Internasional sibuk mencari jawaban atas satu tanda tanya besar, bagaimana mempertahankan kemampuan para eksekutif seniornya, yang segera akan memasuki masa pensiun? Ia sadar betul bahwa keberhasilan perusahaan meningkatkan kinerjanya tidak lepas dari peran para eksekutif itu menentukan langkah-langkah strategis, mengambil keputusan, dan memanfaatkan informasi mengenai produk maupun peluang pasar. Kekhawatiran bahwa angkatan berikutnya di jajaran manajemen masih memerlukan jalan panjang untuk membangun kompetensi yang setara selalu mengusik benak sang CIO, apa yang bisa dilakukan perusahaan untuk menghemat waktu suksesi?

Apakah perusahaan Anda pernah memikirkan hal yang sama? Sejumlah perusahaan BUMN menempuh cara mengaryakan para pensiunannya sebagai penasihat, advisor, bagi perusahaan. Bahkan, ada yang membentuk institusi khusus berupa yayasan atau unit konsultasi, yang tugas utamanya membantu perusahaan dalam kegiatan operasional khusus yang mereka kuasai.

Kehilangan eksekutif maupun SDM andal hampir selalu menghantui pemilik perusahaan. Kemampuan dan keahlian yang dibawa pergi sering berakibat merosotnya kinerja perusahaan. Belum lagi jika dokumen yang menyimpan informasi penting perusahaan ikut hilang.

Perusahaan yang mengandalkan pelayanan jasa seperti Andersen Consulting sudah jauh-jauh hari menghadapi masalah semacam ini. Tuntutan klien yang mengharapkan kualitas dan kecepatan pelayanan masih dibayang-bayangi oleh tingkat turnover karyawan yang relatif tinggi mendorong perusahaan global ini mengelola pengetahuan sebagai modal utamanya. Mulai tahun 1995, Andersen Consulting membangun sistem Knowledge Exchange, sarana bertukar pengetahuan yang siap digunakan oleh para konsultannya yang berlokasi tersebar di seantero dunia.

Begitu juga pengalaman Steven Budisusetya, Direktur Senior Triptara, perusahaan konstruksi dan engineering. Berawal dari kebutuhan untuk meningkatkan daya saing dan kenyataan bahwa "tiap proyek besar, harus direkrut sejumlah tenaga ahli khusus, yang begitu pekerjaan selesai, mereka bubar". Akibatnya, setiap proyek harus mulai dari titik paling awal, semacam pemahaman standar proyek. "Mengelola pengetahuan menjadi syarat mutlak untuk membangun daya saing berkelanjutan".

Mengapa knowledge management (KM) diperlukan? Mirip persoalan yang dialami Dragados Construction di Spanyol, yang telah lebih dari 50 tahun bergerak di bidang konstruksi dan membangun infrastruktur pelabuhan. Ketika peluang pasar terbuka bagi mereka untuk mengembangkan diri di bidang realestat dan jalan tol, perusahaan ingin memanfaatkan pengalaman yang mereka miliki untuk segera mendongkrak kinerja di bidang baru ini. Kemampuan membangun kompentensi inti dan terus-menerus berusaha meningkatkannya adalah syarat mutlak untuk memenangi persaingan.

Kalau awalnya sumber daya intelektual hanya dirasakan penting bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, di akhir tahun 90-an bidang-bidang lain, seperti manufaktur bahan kimia dan perusahaan produsen minyak dunia, mulai memanfaatkan KM.

Para pakar menyatakan bahwa dunia usaha sedang bergerak dari pascaera industri ke ekonomi berbasis pengetahuan. Bahkan, hasil sebuah survei (Fortune 100-Journal of Knowledge Management) menunjukkan bahwa 92% dari para eksekutif yang menjadi respondennya mengaku bekerja dalam lingkungan yang sangat mengandalkan pengetahuan. Sejalan dengan itu, teknologi informasi juga telah berkembang pesat untuk mendukung KM.

Dalam survei yang sama ditemukan bahwa sekitar 6% perusahaan dianggap sangat efektif memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan kinerjanya. Bagaimana sebuah perusahaan industri kimia dan produk kertas yang memiliki lokasi tersebar di berbagai belahan dunia mampu menjamin standar kualitas yang tinggi di antara para pekerjanya? Bagaimana agar jarak lokasi pabrik yang terbentang antara benua Amerika, Eropa, dan Asia tidak harus menghadapi kesenjangan antara kegiatan distribusi dan proses pemeliaharaan? Bagaimana menekan biaya penelitian dan pengembangan agar hasilnya segera dapat dimanfaatkan oleh jajaran pemasaran?

Mengumpulkan dan menyebarkan informasi pengetahuan secara cepat dan tepat adalah jawabannya. Seperti Microsoft, Andersen Consulting dan Tripatra mengelola pengetahuan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi proses belajar dalam organisasi. Tentu saja sambil terus menjalankan kegiatan operasional lainnya.

Kumpulan hak cipta, metodologi, informasi tentang pelanggan dan pesaing, best praclices, kontrak kerja, inovasi produk, dan informasi peluang pasar menjadi mesin penggerak untuk mengubah ide menjadi nilai tambah bisnis. Informasi inilah yang digunakan untuk mempercepat proses distribusi produk, memahami kebutuhan pelanggan, dan mendongkrak produktivitas kerja.

Mengenali jalur-jalur distribusi yang paling singkat dan efisien tentu menjadi nilai tambah bagi produsen untuk memberi pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Begitu pula dengan lebih awal mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen. Produsen dan penyedia jasa akan lebih cepat mengambil keputusan serta lebih cepat menanganinya, terutama dalam kondisi pasar yang terus berubah-ubah. Tentu hal ini menuntut adanya proses belajar yang terus-menerus dari seluruh jajaran organisasi.

Menyadari pentingnya kebutuhan mengelola pengetahuan, Tripatra membutuhkan waktu hampir setahun, sejak awal ide hingga me-launch On-Line Knowledge Management-nya. Ini sekadar gambaran bahwa persiapannya tidak sederhana. Ada dimensi budaya kerja yang perlu dipertimbangkan. Meski perusahaan yakin bahwa berbagi ilmu dan pengalaman itu penting, kebiasaan orang membagi pengetahuan yang dimilikinya perlu waktu, terlebih dalam lingkungan yang terbatas untuk menghargai kemampuan individu, bahkan prestasi kelompok.

Seperti diilustrasikan oleh Setiadi Djohar dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM, secara umum pengelolaan pengetahuan terdiri atas tiga subproses. Pertama, bagaimana proses yang dilaksanakan perusahaan untuk memperoleh informasi atau pengetahuan (organizational learning). Kedua, bagaimana proses transformasi dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan, yang akan berguna untuk mengatasi persoalan perusahaan (knowledge production). Dan ketiga, proses yang memungkinkan anggota organisasi memiliki akses dan menggunakan pengetahuan kolektif yang dimiliki perusahaan (knowledge distribution).

Meski KM berisikan informasi, sesungguhnya KM bukan sekadar teknologi informasi, tapi juga proses yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan, mengumpulkan, dan memanfaatkan informasi yang mereka miliki. KM merupakan proses menciptakan akses intelektual yang lebih sering dilihat sebagai intangible aspect. Aspek tanpa wujud yang sulit untuk dipindahtangankan tanpa suatu proses, sistem, maupun budaya perusahaan yang terkait dengan sumber data, pemahaman proses, dan hubungan kerja dalam organisasi.

Knowledge management menjadi suatu disiplin yang seakan-akan membuat kemasan baru dari cara berkomunikasi dan belajar dalam organisasi. Ia menjadi suatu proses sistematis untuk menciptakan, menganalisis, dan berbagi informasi maupun pengalaman untuk mencapai sasaran perusahaan. Singkatnya, pengelolaan pengetahuan merupakan cara sistematis untuk membangun aset intelektual. Modal ini memungkinkan proses belajar individu berintegrasi dengan pembelajaran dalam organisasi.

Knowledge Management merupakan sistem yang menjadi infrastruktur penting untuk mengimplementasikan proses pengelolaan pengetahuan. Dalam sistem ini termasuk infrastruktur teknologi informasi, organisasi, sistem insentif, budaya organisasi, orang-orang yang berkemampuan kritis untuk mengelola, serta aturan untuk melaksanakannya.

Perusahaan yang mempersyaratkan setiap pekerjanya untuk belajar setiap saat biasanya menilai dan menghargai prestasi karyawan dari bagaimana mereka berbagi pengetahuan dan pengalaman. Di perusahaan semacam ini tidak ada istilah hanya segelintir orang yang bisa menyelesaikan masalah. Tersedianya pengetahuan untuk dimanfaatkan mendorong setiap orang untuk terus-menerus belajar dan mampu meningkatkan keahlian.

Kelompok produksi dan engineering selalu bisa mencari alternatif pemecahan lewat sarana yang tersedia. Begitu juga unit kerja lain, seperti pemasaran dan distribusi. Dokumentasi proyek dan proses kerja biasanya telah distandardisasi sedemikian rupa, sehingga dengan mudah bisa digunakan kembali untuk permasalahan sejenis. Ibaratnya, informasi ada di ujung jari bukan lagi slogan milik Yellow Pages. Eksekutif Microsoft Indonesia, Richard Kartawijaya, bahkan berani memecat karyawannya yang "malas belajar" dan tidak mau memanfaatkan sarana informasi yang disediakan perusahaan.

Jadi, masih herankah kita bahwa di tahun 2001, jika banyak perusahaan yang tidak memanfaatkan KM, mereka akan ketinggalan sekitar 30%-40% kecepatan dalam program-program pengembangan produknya?

-Juni Kuntari, Senior Manager Andersen Consulting

atas