back
Serambi MADURA https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long e-Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

Berita Utama
Senin, 23 Oktober 2000
KOMPAS


"Merumput" Naik Feri "Enja Iya"!

Kompas/johnny tg
Di dermaga Pelabuhan Penyeberangan Ujung di Surabaya, di antara sekian banyak jasa penyeberangan kapal JM Ferry menuju Kamal di Pulau Madura pada Sabtu (21/10) siang, tampak seorang lelaki serius sekali menjaga keseimbangan sepeda motor bebeknya. Kehadiran pemilik motor ini biasa saja. Yang luar biasa, lelaki itu tidak menyandang ransel atau memikul kopor, tapi di belakang setang motor dan di jok kursi belakang motor agak reyot itu terikat mantap tiga karung goni berisi rumput hijau segar.

"Mon mosem engak mangken, malarat nyare rebba e compok. Nggi pon nyare ka Jaba, tembang melle kan larang (Kalau musim seperti ini, sulit mencari rumput di dekat rumah. Ya, kami mencari ke Jawa. Daripada membeli di sini, mahal," ujar Asrin dari Desa Batuporron di Kamal, menjelaskan soal rumput segar yang khusus diburu ke dekat Gresik, demi ternak sapi peliharaannya.

Asrin terpaksa mencari rumput sampai menyeberang Selat Madura, karena tanah di Batuporron atau Madura sulit ditumbuhi rumput. "Ada rumput, tetapi tidak sebagus rumput Jawa. Sapi zaman sekarang, kan, maunya rumput yang bagus. Di Madura mana ada rumput seperti ini," ujarnya bangga.

Asrin hanyalah satu dari 20 ribuan warga Madura, pelaju (commuter) yang setiap hari nyabrang tase' (menyeberang laut) dari Pulau Madura-Jawa atau sebaliknya. Rupanya di pengujung musim kemarau ini, Asrin butuh rumput dan mau tidak mau harus pergi atau ongga (naik) ke Jawa untuk mengarit rumput. Lalu membawa pulang atau toron tiga karung berisi rebba (rumput) buat sang sapi (sape).

Berbekal karcis Rp 2.000 sekali jalan, penumpang feri penyeberangan itu dapat bebas mengatur jam berangkat masing-masing, mengingat armada kapal ini beroperasi pol 24 jam nonstop.

***

CABANG Utama PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Surabaya, kini, mengoperasikan berkala 12 feri penyeberangan Ujung-Kamal dari tiga dermaganya, serta mencadangkan tiga feri yang selalu solo bandung atau standby. Harap maklum saja, menurut petugas ASDP di sana, meski kapal tambang mesin itu berangkat setiap 8-15 menit sekali, selewat tengah malam sekitar 15-an menit sekali, daya tampung "feri roro" (roll-on roll-off) itu akan sesak. Feri tersebut tidak sanggup menampung penumpang di saat hari besar, terutama hari lebaran, misalnya.

Sehari-hari, kapasitas operasi ke-12 feri itu per feri 30 trip. Daya angkut rata-ratanya sekitar 20.000 penumpang, termasuk 2.500-an kendaraan roda empat, juga 3.500-an sepeda motor. Di hari sibuk berat, angka itu akan melejit empat kali lipat menjelang tahun baru dan hari raya lebaran, ujar petugas.

"Waktu penyeberangan rata-rata cuma sekitar 30 menit, belum terhitung waktu sandar dan pengaturan muatan besar. Hitung-hitung satu jam," kata petugas itu. "Cuaca tidak mengganggu jalur pelayaran. Hanya saja, sedimen lumpur dan karang menghalangi feri berjalan cepat," jelasnya.

Selat atau lautan sempit di antara dua pulau itu jaraknya cuma sekitar 2,5 mil laut atau kira-kira 4,9 kilometer. Menurut petugas itu, mungkin selat paling ramai dilayari kapal feri ulang-alik. "Yang saya tahu penyeberangan Ujung-Kamal itu teramai di Asia Tenggara. Entah, ya, kalau teramai di dunia," ujarnya.

Meski tidak hapal semua nama selat di Indonesia, petugas ini tidak berani menyebutkan kemungkinan Selat Madura itu selat tersempit di Indonesia. Namun, jelas sekali bahwa Selat Madura antara Kamal-Ujuung itu jaraknya lebih sempit dibanding penyeberangan feri Jawa-Madura dari dermaga Kalianget ke dermaga jangkar di Situbondo.

***

PADA hari biasa di pagi hari, arus penumpang umumnya pedagang, pegawai, pelajar, buruh lepas, dan warga lain, berangkat dari Pelabuhan Kamal menuju Surabaya. Lalu, sekitar pukul 12.00, sebagian penumpang yang pelajar biasanya selepas jam sekolah langsung toron lagi dan kembali pulang ke rumah masing-masing di Madura, melalui dermaga Ujung di Surabaya. Sebagian lainnya tetap beraktivitas di Jaba-laok alias Jawa, melakoni profesinya masing-masing sampai saat pulang tiba.

Kata petugas ASDP, hampir semua penumpang itu berdisiplin membeli karcis murah. Jarang yang nembak tidak mau bayar, juga jarang yang menjadi penumpang gelap. Dari pengamatan petugas, rata-rata penumpang yang suka ongga dan toron Jawa-Madura umumnya bersikap serupa.

"Mungkin sudah kebiasaan penumpang feri itu. Mereka umumnya lebih suka berdiri di geladak kapal daripada duduk santai di kursi yang tersedia di ruang kapal," tutur petugas itu. "Mungkin karena barang bawaannya cukup banyak. Apalagi penumpang perempuan umumnya membawa tas besar, bungkusan gede yang ditopang di atas kepalanya."

Perilaku ini, menurut petugas itu, mengakibatkan arus keluar kendaraan sering terhambat. Akibatnya, waktu tempuh makin molor, kelancaran pelayanan pun agak terganggu. Tidak lama, berdengung bunyi peluit feri, tanda kapal mau berangkat menuju Kamal.

Wajah Asrin pun cerah, seperti mau cepat-cepat tiba di Batuporron, supaya sang sapi senang dan bertitik liurnya melihat setumpuk rumput segar dari Jawa, oleh-oleh Asrin yang khusus menumpang feri, demi menyabit dan membawa pulang tiga karung rumput. Namun, tanpa terasa, Asrin berikut motor bermuatan tiga karung itu, tetap tegak di geladak dan agak mengganggu penumpang lainnya. Enja iya, ya tidak! (Mohammad Bakir/Rudy Badil)

Berita utama lainnya: