back
Serambi KAMPUS https://zkarnain.tripod.com/
Internet Based Life-long Learning Environment
for Maintaining Professional Vitality

DIKBUD
Rabu, 16 Agustus 00
KOMPAS


Rapat BP3 Hanya Formalitas
Dalam Tentukan Besar Sumbangan

Kekhawatiran rapat Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3) sekolah hanya formalitas untuk menentukan besarnya sumbangan awal tahun ajaran yang harus dipikul orangtua murid baru, kini mulai terbukti. Bahkan, tidak sedikit sekolah-melalui pengurus BP3-yang telah mematok besar sumbangan dalam jumlah tertentu dan ketika rapat BP3 digelar keberatan para orangtua murid tidak didengar.

Sejak awal pekan ini, sejumlah orangtua murid mengeluhkan hal itu kepada Kompas lewat berbagai cara. Selain menulis surat terbuka, mereka juga mengeluhkannya lewat saluran telepon ke redaksi dan bertatap muka. Namun, para orangtua murid baru ini umumnya keberatan bila identitas mereka ditulis di koran.

"Dalam hal menentukan besarnya sumbangan yang mereka sebut sebagai uang pembangunan, juga uang sekolah, pihak sekolah dan BP3 benar-benar bersikap otoriter," kata salah seorang orangtua murid di sebuah SMU negeri di Jakarta Selatan. Menurut dia, apa yang disebut rapat musyawarah BP3 itu tak lebih dari pemberitahuan tentang berapa besar kebutuhan sekolah, lalu untuk itu masing-masing murid baru ditetapkan harus membayar sebesar yang telah diputuskan sebelumnya.

Di sebuah SMU negeri di kawasan Kebayoran Lama, misalnya, sejak awal mereka telah mematok uang pembangunan Rp 700.000 dan uang sekolah
Rp 60.000 per bulan. Selain itu, masing-masing guru bidang studi juga telah "menyiapkan" daftar buku yang harus dibeli di sekolah dengan harga antara
Rp 15.000-Rp 20.000 per buku. Sementara SMU negeri di kawasan Bintaro, juga di Jakarta Selatan, memungut uang pembangunan Rp 500.000 dan uang sekolah Rp 40.000 per bulan.

Lain halnya di SMU negeri di kawasan Kebayoran Baru. Menurut orangtua murid yang anaknya diterima di sekolah ini, hingga sejauh ini ia belum menerima undangan rapat BP3. Namun, informasi yang ia terima menyebutkan, melalui pengurus BP3 pihak sekolah telah memasang ancar-ancar untuk memungut sumbangan pembangunan antara Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per anak. Sedangkan uang sekolah disebutkan antara
Rp 50.000-Rp 60.000 per bulan.

Program sosialisasi

Kepala SMU Negeri 74 Syamsudin HS yang dihubungi Kompas, Selasa (15/8), membantah kalau dalam rapat orangtua murid dan BP3 pihaknya melakukan pemaksaan terhadap orangtua murid agar membayar sumbangan anggota baru (SAB) dan iuran rutin bulanan (IRB) sesuai dengan yang ditentukan. Adanya informasi yang menuding sikap kaku mereka dalam menanggapi keberatan sejumlah orangtua murid, menurut Syamsuddin hal itu lebih disebabkan ketidakmengertian beberapa orangtua murid.

"Orangtua yang 'bernyanyi' ini tidak bisa memahami apa yang kami maksudkan," kata Syamsudin berkilah. Namun, di sisi lain, diakuinya bahwa dalam pertemuan itu BP3 hanya menyosialisasikan kebutuhan sekolah yang tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS). "Karena tidak mungkin pertemuan dalam waktu dua jam bisa menghasilkan sesuatu yang tepat, apalagi berkaitan dengan angka-angka," tambahnya.

Syamsudin mengakui, APBS itu sebenarnya sudah disusun pada akhir tahun ajaran lalu. Penyusunan itu dilakukan dalam sebuah rapat kerja untuk membuat program kerja tahunan. Penentuan besarnya SAB merupakan angka rata-rata besarnya APBS dibagi jumlah orangtua murid kelas satu, sehingga didapatlah angka sebesar hampir Rp 700.000. Sedangkan IRB penjumlahan dari uang BP3 (Rp 40.000) ditambah uang komputer (Rp 12.000), uang
OSIS (Rp 1.000), uang tabungan (Rp 1.000) dan uang ulangan umum (Rp 5.000).

Menurut Syamsudin, kalau ada orangtua yang merasa keberatan dapat membicarakannya dengan pihak BP3. Akan tetapi harus disadari, tambahnya, orangtua murid merupakan salah satu sumber dana bagi sekolah. "Sebenarnya, orangtua bisa saja membayar kurang dari jumlah itu. Angka yang kita sosialisasikan pada orangtua merupakan angka kebutuhan sekolah untuk memenuhi program tahunannya," katanya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Orangtua Murid se-Indonesia (POMI) Dr Doddy Haryadi menyatakan, persoalan kurang diperhatikannya peran serta orangtua murid dalam BP3 memang sudah diduga sebelumnya. Padahal, katanya, rapat BP3 seharusnya tidak boleh hanya formalitas untuk sekadar menyosialisasikan keputusan yang sebenarnya sudah ditetapkan pihak sekolah. "Keterlibatan orangtua dalam BP3 bukanlah untuk invasi, tetapi untuk memberikan sumbang saran dan pemikiran bagi peningkatan kualitas pendidikan," kata Doddy.

Menurut Doddy, POMI tidak ingin konfrontatif dengan BP3 ataupun pihak sekolah, karena peningkatan kualitas pendidikan juga menjadi kepentingan orangtua murid. Ia menyadari, untuk peningkatan kualitas pendidikan tidak bisa dilakukan tanpa dukungan dana yang memadai, sehingga dukungan dana dari orangtua murid atau masyarakat menjadi sangat penting.

"Sebenarnya bukan besar kecilnya dana yang menjadi perhatian utama kita. Yang kita persoalkan justru sering diabaikannya partisipasi orangtua murid oleh BP3 dan sekolah," katanya. (mam/ken)

Berita dikbud lainnya: