back
Serambi MADURA PadepokanVirtual
Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment

UTAMA
Sabtu, 02 Oktober 1999
Surabaya Post


Kehidupan Masyarakat Madura:
Lebih Melirik ke Malaysia atau Singapura

Kemana masyarakat Madura yang berdomosili di kepulauan pergi jika mereka kesulitan ekonomi?

Dalam banyak hal, mereka seperti orang bebas yang terlepas dari keterikatannya dengan masyarakat lain di wilayah daratan Madura. Secara sadar atau tidak, mereka merasa lebih dekat berlayar ke Malaysia atau Singapura daripada ke Sumenep atau Bangkalan.
Demikian jauhnya jarak yang harus mereka tempuh untuk menyelesaikan masalah ekonomi sehari-hari. Tidak heran jika jumlah masyarakat miskin di sini lebih besar dibanding di wilayah daratan Madura. Selain susah berusaha karena domisilinya dikelilingi lautan, harga kebutuhan juga menjadi dua sampai tiga kali lebih tinggi dibandingkan harga di daratan.
Di antara empat kabupaten di Pulau Madura, Kab. Sumenep paling banyak memiliki wilayah kepulauan. Jumlah pulau-pulau kecil di Kab. Sumenep sebanyak 76. Saingan terdekatnya, Kab. Sampang sebanyak 20 pulau. Pulau-pulau itu sebagian berpenduduk, namun ada juga yang tanpa penghuni.
Penghidupan masyarakat yang dikitari perairan ini tentu saja turun ke laut. Tapi ada pula penduduk yang hanya menggantungkan diri dari mengelola hasil hutan. Kondisi masyarakat dalam kategori kedua itulah yang paling sengsara.
Masyarakat pelaut bisa ditemukan di pinggiran pantai Pulau Kangean, Sapeken, Sapudi, Sepanjang, Saseel, Paliat, Pagerungan Besar dan Kecil. Masyarakat hutan hidup di Desa Kangayan Barat, Kalikatak, dan Arjasa di Pulau Kangean. Mereka hanya mengandalkan hasil hutan dengan menyamak kulit, mencari kayu, dan bertani tadah hujan.
Saat musim kemarau seperti sekarang, mereka berhadapan dengan harga barang-barang kebutuhan yang melambung selangit, dan serangan penyakit malaria. Nyamuk mengganas di musim kemarau. Bahkan sudah lazim di sana, nyamuk di Kepulauan Madura bisa menembus kelambu tempat tidur.
Ketika wartawan Surabaya Post menelusuri kepulauan itu, memang membuktikan bahwa orang tak bisa berdiam diri semenit pun. Saat berdiam diri satu menit, nyamuk yang hinggap di kedua tangan bisa mencapai puluhan. Orang bilang, sekali menepuk nyamuk yang mati bisa untuk peyek.
Untuk mencapai Dusun Kangayan, Desa Kangayan yang berpenduduk 250 KK itu, harus ditempuh lewat darat dari ibu kota Kec. Arjasa. Kemudian menumpang pikup angkutan pedesaan sampai ke Desa Bandar. Dari Bandar naik perahu motor nelayan selama 4,5 jam ke arah barat dan mendarat di pesisir Patapan.
Dari Dusun Patapan itu berjalan kaki atau menumpang truk Perhutani sejauh 13 km. Dusun itu berada di tengah hutan alam yang cukup lebat dan banyak ditemukan rawa-rawa yang jadi sarang nyamuk.
"Penduduk di sini tidak bisa mencari penghidupan dari melaut, karena jarak laut dengan dusun mencapai 4 km lebih. Itu pun harus naik gunung dulu baru sampai ke perairan," ujar Kepsek SDN 3 di Dusun Kangayan, Suratman. Paling banyak mereka mencuri kayu jati.
"Kadang mereka menarik kayu lewat depan gedung SD. Ini pendidikan yang tak bagus bagi siswa-siswi di sini," tambahnya.
Selain itu, penduduk juga harus bergulat dengan minimnya pasokan kebutuhan dari kota. Sudah harganya mahal, mencarinya juga sulit. Untuk mendapatkan minyak tanah untuk lampu teplok saja, penduduk harus membeli dari desa lain sejauh 13 km. Harganya mencapai Rp 1.500/liter, sebutir telur ayam Rp 2.500 atau bahkan ikan asin yang semestinya bisa diperoleh dengan mudah harganya mencapai Rp 2.500/ons.
Kesulitan yang sama juga ditemui di Pulau Paliat, Sepanjang maupun Pulau Sakala. Penduduk di tiga pulau itu kalau sakit harus diangkut dengan perahu menyeberangi lautan ke Pulau Sapeken selama 2,5 jam.

Dikenalkan Koperasi

Perum Perhutani Unit II Jatim, sebagai kepanjangan tangan pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat hutan, tergerak untuk membantu masyarakat di sana. Saat ini Perhutani merencanakan pendirian koperasi. Untuk tahap awal, mereka baru dikenalkan hidup bekerja sama dengan Perhutani.
Seperti yang dikemukakan Ajun/KSKPH Madura, Jus Kustiwa Anggasasmitra, setelah melihat minimnya koperasi di masyarakat setempat, sebagai langkah cepat, harus ada supervisi koperasi yang dikirimkan ke sana.
"Sementara ini, kita bisa mengajak kerja sama dalam soal pemilihan bibit, penebangan, penambangan kayu, dan persemaian bibit. Sedangkan untuk menumbuhkan koperasi bukan harus menggantungkan asper (asisten perhutani) setempat, tapi mengirimkan orang yang telah dididik soal koperasi ke daerah tersebut," katanya.
Tim Pemantau Peningkatan Ekonomi Perhutani yang dipimpin Kasi Humas Perum Perhutani Unit II Jatim, Soetojo, selama seminggu mengelilingi desa-desa di Kepulauan Madura. Hasilnya, mereka telah sepakat untuk menyiapkan tenaga supervisi untuk memunculkan usaha kerakyatan. (Sudjoko Sy)