back
Serambi DEPAN PadepokanVirtual
Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment

Selasa
20 Juli 1999
Kompas


Menuju PTN yang Memiliki BUMU
Oleh Rustijono

ADA rencana dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberikan otonomi seluas-luasnya kepada perguruan tinggi negeri (PTN). Dalam waktu dekat ini, empat PTN (UI, UGM, ITB, IPB) dijadikan pilot proyek. Bila proyek tersebut betul-betul terlaksana dan berhasil baik, maka di abad mendatang, PTN bakal betul-betul profesional dan mandiri.

Melalui otonomi dalam bidang akademis dan pengelolaan kehidupan kampus tersebut, diharapkan insan perguruan tinggi betul-betul menjadi ujung tombak pembaruan masyarakatnya. Insan perguruan tinggi bisa diandalkan sebagai pelopor dalam berbagai pembaruan karena rintangan dari luar dunia akademis sudah diminimalkan melalui otonomi seluas-luasnya.

Tanda-tanda zaman bakal bisa direkam oleh insan kampus dan diterjemahkan dalam bentuk aksi nyata di masyarakat. Berbagai penemuan yang paling berani sekalipun, bisa lahir dari dunia kampus yang betul-betul bebas, mandiri, profesional.

Suasana baru bakal dialami oleh keluarga besar PTN yang diberi kebebasan mengelola universitas/institutnya secara otonomi luas. Pemerintah berperanan di beberapa segi prinsip yang tidak menghambat kebebasan akademis dan kreativitas insan perguruan tinggi. Besar kemungkinan, PTN yang berwujud baru tersebut, berhasil menemukan penemuan baru dalam bidang ilmu sosial yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk lebih baik lagi mengelola pemerintahan.

Peluang dan tantangan

Bank kreativitas dan ilmuwan yang tertumpuk di kampus, merupakan sumber daya yang mahapenting. Hal ini menjadikan peluang menuju PTN yang bebas mengelola dirinya sendiri semakin besar. Tumpukan kreativitas tersebut bakal menjadi sia-sia bila tidak diberi kebebasan. Bisa jadi, ketidakbebasan itu karena takut-takut dianggap sebagai penentang pemerintah. Atau ketidakbebasan itu bisa jadi karena kekurangan dana penelitian. Bila PTN sudah mandiri dan profesional, hendaknya ketakutan bisa dihilangkan. Karena dari segi biaya, sudah tidak bergantung dari pemerintah lagi. Dari segi kepegawaian, para dosen adalah karyawan universitas yang diangkat dan diberhentikan oleh universitas.

Namun, tantangannya tetap ada. Misalnya, apakah gagasan segar untuk memberikan hal baru bagi dunia PTN ini bisa berlanjut terus di masa mendatang. Misalnya bila menterinya ganti atau pemerintahannya ganti, apakah proyek bagus ini bisa diteruskan? Menurut pengalaman yang lalu, biasanya setiap ganti menteri, proyek yang dirintis menteri sebelumnya menjadi terbengkalai karena menteri baru lebih bersemangat merintis proyek baru yang digagas sendiri.

Tantangan lainnya, selama ini banyak ilmuwan yang potensial sebagai peneliti-penemu, telah kehilangan kehebatannya karena terlalu banyak terjun di dunia administrasi. Memang selama ini, hanya mereka yang mempunyai jabatan administrasi yang bisa terhormat dan mempunyai pendapatan lebih baik. Sedangkan mereka yang terus sebagai peneliti, pada umumnya hidup melarat dan namanya tidak dikenal orang. Masyarakat Indonesia umumnya belum mengenal profesi sebagai peneliti. Bila seorang ilmuwan hebat telah terlalu lama tenggelam dalam jebakan administrasi, sebagai akibatnya mereka ketinggalan dalam informasi dan keterampilan penelitian terbaru. Sebagai akibatnya, ilmuwan tersebut berada pada posisi tidak mungkin lagi mengejar ketinggalannya.

Karena itu, PTN yang mempunyai otonomi luas mengembangkan perguruan tingginya, menghadapi tantangan untuk menjadikan profesi peneliti perguruan tinggi sebagai profesi yang bergengsi dan diakui masyarakat luas. Misalnya dengan imbalan rupiah yang menarik sehingga banyak tenaga muda yang cemerlang secara akademis, berebut untuk menekuni karier sebagian peneliti-penemu di perguruan tinggi model baru tersebut.

Contoh

PTN yang akan dikelola secara mandiri berbentuk Perum atau PT tersebut, bisa mempelajari keberhasilan dan kegagalan beberapa perguruan tinggi swasta (PTS) besar. PTS tersebut selama ini sudah berpengalaman mengelola kehidupan kampus dengan prinsip perseroan terbatas dan yayasan.

PTS besar selama ini dikenal sebagai lembaga pendidikan yang berhasil mengelola dana secara mandiri. Berbagai sumber dana baik donatur maupun dari mahasiswa, berhasil digali secara maksimal. Sebagai akibatnya, ada dampak negatif dari keberhasilan menggali dana secara agresif itu, yaitu terkesan sangat mahal dan cenderung tidak manusiawi bagi kalangan miskin. Pada sisi lain, PTS yang terkenal mahal tersebut, juga ketinggalan dalam mengembangkan penelitian karena penelitian membutuhkan dana besar atau dosen PTS memang kurang berminat meneliti karena sudah terlalu lelah mengajar dengan imbalan rupiah yang memadai.

BUMU

Agar mahasiswa dan orangtuanya tidak menjadi sumber dana yang utama, maka universitas atau institut perlu mempunyai badan usaha yang mampu menghasilkan uang. Uang hasil usaha ini dipergunakan untuk membiayai kegiatan pendidikan dan penelitian sehingga mahasiswa tidak terbebani bahkan bisa memperoleh beasiswa dari universitas.

Badan usaha milik universitas (BUMU) atau badan usaha milik institut (BUMI) bisa diusulkan sebagai badan usaha pencari laba yang dikelola oleh insan kampus secara profesional. Selama ini, yang sudah mendekati usaha tersebut adalah rumah sakit pendidikan. Alangkah baiknya bila rumah sakit pendidikan tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi BUMU. Pengelola rumah sakit tersebut adalah insan universitas dan manfaat keuntungan dipergunakan untuk pengembangan penelitian dan pendidikan yang dilaksanakan oleh universitas.

Fakultas-fakultas lain memiliki peluang yang sama sesuai bidang ilmu yang dikembangkan. Misalnya fakultas pertanian mempunyai peluang memiliki perusahaan pendidikan di bidang agrobisnis dan agroindustri. Mahasiswa dapat berpraktik sambil bekerja di perusahaan pendidikan tersebut. Misalnya, didirikan supermarket dan industri yang berbasiskan pertanian. Pengelolanya adalah mahasiswa dan dosen yang bekerja secara profesional.

Fakultas peternakan dapat mendirikan perusahaan pendidikan berupa peternakan besar yang dikelola secara profesional dan menguntungkan. Demikian juga fakultas-fakultas lain dapat bersaing merintis badan usaha yang betul-betul baru dan berprospek menguntungkan serta memberikan manfaat besar bagi masyarakat.

Hasil-hasil penelitian universitas dan institut, sebelum dibeli oleh pihak swasta, harus terlebih dahulu bisa dibuktikan keampuhannya di badan usaha milik universitas. Bila nantinya hasil penelitian dan pengembangan itu memang terbukti mampu membuat badan usaha menguntungkan, besar kemungkinannya pihak badan usaha swasta di luar kampus akan rebutan membeli hasil penelitian milik universitas. Sehingga lembaga penelitian milik universitas nantinya mampu berkembang menjadi salah satu badan usaha yang bisa memetik keuntungan dari menjual hasil risetnya. Dengan begitu, para peneliti tidak perlu lagi bersusah payah mencari bantuan dana penelitian karena hasil penelitiannya sudah laku dijual di pasar bebas.

Pengawas

Siapakah yang akan mengawasi perilaku PTN yang berbentuk PT atau Perum tersebut? Kalau otonomi diberikan seluas-luasnya, maka pengawasan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat. Sanksi yang diberikan bukan dari pemerintah tetapi dari masyarakat konsumen. Misalnya, melalui terbentuknya Lembaga Pengawasan dan Kehormatan Universitas (LPKU). Lembaga ini bekerja mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang mungkin saja dilakukan oleh perguruan tinggi. Bila ada bukti nyata pelanggaran itu, sebaiknya hasil investigasi itu diumumkan ke masyarakat luas. Dengan begitu, terserah masyarakat memberikan sanksi kepada pelanggaran itu.

Pemerintah hendaknya seminimal mungkin memberikan sanksi. Agar otonomi seluas-luasnya yang diberikan tersebut betul-betul bisa dipakai oleh universitas untuk mengembangkan diri berdasarkan bekal kreativitas insan kampusnya. Bila nanti ternyata salah jalan, hak untuk mengembangkan diri berdasarkan bekal kreativitas insan kampusnya. Bila nanti ternyata salah jalan, hak untuk menghukum dan memberi peringatan diserahkan kepada masyarakat konsumen. Masyarakat yang merasa dirugikan oleh universitas tersebut, berhak mengadu ke LPKU. Sehingga LPKU mempunyai bahan untuk melakukan penyelidikan, kemudian mengumumkan hasil penyelidikannya ke masyarakat luas.

Semoga gagasan menjadikan PTN seperti Perum atau perseroan terbatas, bisa merangsang persaingan yang sehat baik dari sesama PTN maupun PTS yang sudah lebih dahulu mandiri dalam dana.

( * Rustijono, pengamat masalah sosial ekonomi, pernah menjadi guru dan dosen, tinggal di Bogor. )