back
Serambi DEPAN PadepokanVirtual
Surabaya Based Virtual Life-long Learning Environment

Sabtu
21 Agustus 1999
Radar Madura


Simbol Pengabdian dan Kesetiaan Wanita

Makam Ratu Ibu adalah makam seorang wanita bernama Sarifah Ambani. Konon, wanita inilah yang melahirkan raja-raja Madura. Menurut dokumen sejarah, Sarifah Ambani adalah keturunan dari Sunan Giri dari Gresik yang dipersunting oleh Pangeran Cakraningrat I dari Madura.

Cakraningrat I memerintah Madura pada tahun 1624 atas perintah dari Sultan Agung dari Mataram. Walau demikian, ia lebih banyak tinggal di Mataram mendampingi Sultan Agung. Istri Cakraningrat yang bernama Sarifah Ambani inilah yang selalu tinggal di Kraton Sampang. Mungkin karena itu dia diberi gelar Ratu Ibu.

Sarifah adalah figur seorang istri yang taat dan patuh pada semua perintah suaminya. Untuk mengisi waktu senggangnya Sarifah yang menghabiskan waktunya untuk bertapa di Desa Buduran Kecamatan Arosbaya-Bangkalan.

Dalam babad Madura, seperti yang diceritakan juru kunci Pemakaman Aermata, Jasam, selama dalam pertapaannya Ratu Ibu senantiasa memohon pada Tuhan agar kelak keturunannya dapat menjadi pemegang pucuk pimpinan di Madura.

Dan ia juga berharap agar pucuk pimpinan dipegang keturunannya hingga tujuh turunan. Dalam tapanya Ratu Ibu bertemu dengan Nabi Haidir A.S yang dianggap oleh Ratu Ibu sebagai pertanda bahwa permohonannya akan dikabulkan.

Merasa pertapaannya sudah cukup, Ratu Ibu pun kembali ke Kraton Sampang. Selang beberapa lama, suaminya, Pangeran Cakraningrat I datang dari Kesultanan Mataram. Kepada suaminya Ratu Ibu menceritakan perihal mimpinya.

Tetapi yang terjadi justru kemarahan dari Cakraningrat. Dengan nada marah Cakraningrat berkata, ’’Mengapa kamu hanya memohon tujuh turunan, seharusnya keturunan kita selamanya menjadi pemimpin di Madura’’ kisah Jasam, yang sudah bertahun-tahun jadi juru kunci di Pemakaman Aermata, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan.

Setelah suaminya kembali ke Mataram, dengan perasaan sedih Ratu Ibu kembali bertapa di Desa Buduran. Di sini ia memohon agar permintaan suaminya dapat dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Permohonan Ratu Ibu terus dilakukan siang dan malam sambil menangis. Ratu Ibu akhirnya meninggal dan di tempat pertapaannya inilah ia dimakamkan .

Menangis saat bertapa. Barangkali karena itulah pemakaman itu akhirnya diberi nama ‘’Aermata’’ (air mata). Pasarean (pemakaman) ini terletak sekitar 30 km sebelah utara Bangkalan, tepatnya di Desa Buduran Kecamatan Arosbaya.

Bangunan makam yang dibangun sejak abad ke 16 terdiri dari batu yang tersusun rapi tanpa perekat dari semen. Pasarean ini sekarang sudah menjadi tempat Wisata Ziarah di Bangkalan, bahkan setiap tahun jumlah pengunjung selalu meningkat.

’’Sejak jalan menuju ke sini diperbaiki, jumlah pengunjung dari Madura maupun dari luar Madura semakin banyak. Mereka ke sini bukan hanya menikmati keasrian bangunan, tapi rata-rata datang untuk berziarah dan mengaji,’’ kata Jasam.

Pasarean ini terdiri dari tiga cungkup, yaitu makam Ratu Ibu, Cakraningrat II, dan Cakraningrat III. Bangunan ini mempunyai gaya arsitektur perpaduan Hindu, Budha dan Islam. ’’Peziarah banyak datang khususnya pada malam Jum’at dan hari Jum’at,’’ kata Jasam. ’’Tujuannya macam-macam, ada yang sekedar berziarah ada pula yang datang untuk meminta berkah,’’ tambahnya.

Dengan semakin banyaknya pesiarah yang datang ke Pasarean ini, masyarakat sekitar merasa mendapat keuntungan. Mereka membuka warung penjualan souvenir dan menjadi tukang parkir kendaraan pengunjung.

Tetapi ada hal yang menurut pesiarah mengganggu ketenangan mereka, yaitu banyaknya anak-anak yang meminta sedekah dengan sedikit memaksa. ’’Anak-anak itu meminta sambil menarik-narik dan terus mengikuti kami. Bila yang satu diberi yang lain berdatangan meminta sedekah juga,’’ kata seorang pengunjung.

Pemda Bangkalan hingga saat ini terus memberi perhatian pada kelestarian Pasarean ini. Menurut Kahumas pemda Ir Sjakur, pemda terus memberikan bantuan untuk biaya perawatan dan pemeliharaan. Bahkan, beberapa kali pemugaran telah dilakukan Pemda Bangkalan.

’’Pemugaran terakhir dilakukan tahun 1987 dan menelan biaya sebesar Rp 219 juta. Saat ini yang dilakukan pemda adalah perbaikan sarana pendukungnya, seperti jalan dan lapangan parkir,’’ kata Sjakur.

Masyarakat Desa Buduran merasa mempunyai sesuatu yang dapat dibanggakan di daerahnya dengan adanya Pasarean Aermata. (risang bima wijaya)